Berawal dari kesempatan yang diberikan kepada kami untuk
menangani masalah pengadaan, riset dan development, dari satu perusahaan yang
bergerak di Vagatable Food Processing & Packaging untuk tujuan
expor ke negara belahan Eropa dan Amerika. Kenyataannya, penerapan cara
Pertanian Organik Modern masih belum populer untuk diterapkan di negara kita,
sehingga perusahan tersebut memberikan kepercayaan lagi kepada kami untuk terus
mengembangkan sistem Pertanian Organik yang intergeted, agar hasil
dari pertaniannya bisa masuk pasaran Eropa dan Amerika yang sudah lama
meninggalkan sistem pertanian unorganik ( Kimia ).
Untuk menjaga tanaman dari hama dan pestisida kimia, kami mengembangkan Greenhouse,
yang berfungsi pula untuk menjamin kelangsungan produksi agar tidak tergantung
pada musim. Setelah Greenhouse jadi, dalam sekala percobaan, kami
menanam beberapa jenis komoditi yang akan kami expor di antaranya: cabe,
terong, dan tomat, langsung di atas tanah seperti biasanya.
Kami tidak menggunakan pestisida, karena kami menanam dalam
Greenhouse tadi, dengan di cover dengan net yang bisa menahan
hama Cabuk ( White
fly ) pembawa virus Bemicia tabaci yang cukup sulit untuk
diberatas.
Menanam di atas tanah seperti bisanya ternyata memerlukan
pemupukan secara kimia yang sangat banyak di luar kewajaran secara kalkulasi ekonomi,
dan dari hasilnya tidak bisa masuk katagori organik. Jadi dari kualitas dan
harga kita tidak bisa bersaing di pasar global.
Dengan kendala yang dihadapi itu, kami simpulkan untuk
memperbaiki tanah pertanian dengan penambahan bahan organik yang sudah hampir
hilang di seluruh tanah pertanian kita, akibat pemakaian pupuk kimia yang terus
menerus (hampir 30–35 tahun), dan upaya perbaikan tanah hampir tidak pernah
dilakukan.
Dengan perhitungn ekonomis, perbaikan tanah pertanian
memerlukan waktu dan biaya yang sangat tinggi, jadi kami mencoba menanam jenis
komoditas tadi di dalam polibag, menggunakan media yang umum di pakai, seperti
kotoran ternak, cocopeat, arang sekam dengan campuran yang disesuaikan dengan
jenis tamanan. Untuk tanaman yang hampir 22.000 tanaman/ha, memerlukan sekitar
200 tons media tanam untuk tahap pertama, selanjutnya hanya di tambah 25 % atau
50 tons/musim tanam/ha. Dan kami sangat kesulitan mendapatkan posokan media
tanam sebanyak itu.
Pengolahan Limbah Gula sebagai Pupuk Organik
Kebetulan lokasi kami berdekatan dengan pabrik gula dari
bahan tebu yang mempunyai limbah organik berupa blotong (filter cake),
dan abu boiler di Desa Kebon Agung Pakis Aji, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Blotong (filter cake) merupakan limbah padat hasil
dari proses produksi pembuatan gula, dimana dalam suatu proses produksi gula
akan dihasilkan blotong dalam jumlah yang sangat besar. Sebagai contoh, pada
tahun 2003 dalam satu proses produksi gula di P.G. Kebon Agung mampu
menghasilkan limbah blotong sebanyak 21.000 ton sedang di P.G PTPN X
mampu menghasilkan limbah blotong sebanyak 110.000 ton.
Sementara ini pemanfatan blotong, sebagai pupuk organik
masih belum maksimal dan penggunanya pun terbatas. Hal ini disebabkan karena :
- Pengolahan limbah blotong menjadi pupuk organik masih bisa dikatakan hanya asal-asalan, masih belum ditangani dengan menggunakan satu proses yang baik dan benar sehingga pupuk organik yang dihasilkan, masih belum sempurna.
- Minimnya pengetahuan petani akan manfaat penggunaan pupuk organik dari bahan blotong.
Vinasse merupakan limbah
cair yang dihasilkan dari proses pembuatan Ethanol. Dalam proses pembuatan 1
liter Ethanol akan dihasilkan limbah ( vinasse ) sebanyak 13 liter (1
: 13). Dari angka perbandingan di atas maka semakin banyak Ethanol yang
diproduksi akan semakin banyak pula limbah yang dihasilkannya. Jika limbah ini
tidak tertangani dengan baik maka di kemudian hari, limbah ini akan menjadi
masalah yang berdampak tidak baik bagi lingkungan.
Salah satu cara pemanfaatan limbah ini yaitu dengan merubah
vinasse menjadi pupuk organik cair dengan menggunakan metode tertentu.
Hal ini mungkin dilakukan karena kandungan unsur kimia dalam vinasse
sebagian besar merupakan unsur organik yang berguna dan dibutuhkan bagi
pertumbuhan tanaman.
Di Indonesia penggunaan pupuk organik sangat minim
dilakukan oleh petani. Hal ini dikarenakan sedikitnya produsen pupuk organik,
dan minimnya pengetahuan petani tentang manfaat pengguanan pupuk organik.
Dengan adanya hal tersebut di atas maka akan tepat jika
limbah yang sedemikian besar tadi dimanfaatkan menjadi pupuk organik.
Limbah filter cake, abu boiler, dan vinasse
merupakan bahan organik. Untuk bisa menjadi pupuk organik yang siap
diaplikasikan maka diperlukan suatu proses dekomposisi bahan oleh bantuan
mikoorganisme. Proses daur ulang limbah menjadi pupuk dapat dilakukan dengan
menggunakan mikroorganisme secara manual. Sekitar 20-23 hari, proses
thermopolik bisa tercapai, maka jadilah humus yang kandungan unsurnya cukup
bagus dan berguna untuk memperbaiki struktur tanah.
Peluang Pasar
Seiring dengan kebijakan pemerintah tentang pertanian
organik dan gerakan moral yang menyerukan kembalinya pemakaian bahan-bahan
organik seperti untuk pupuk, pestisida dan lain-lain. Sebagai bahan dasar dalam
usaha pertanian, maka kebutuhan bahan organik terutama pupuk organik menjadi
semakin besar. Hal ini sangatlah beralasan karena pemakaian bahan organik pada
usaha pertanian lebih menguntungkan bila ditinjau dari nilai ekonomis, keamanan,
lingkungan dan kesehatan.
Akan tetapi kebutuhan pupuk organik yang terus meningkat
dari tahun ke tahun tersebut tidak diimbangi dengan suplay pupuk organik yang
mencukupi. Hal ini dikarenakan sedikitnya produsen atau pengolah pupuk organik
yang ada di tanah air. Disamping itu bisnis pupuk organik ini dinilai kurang
menguntungkan oleh produsen pupuk jika dibanding dengan pupuk kimia.
Hal tersebut sebenarnya bukan dikarenakan tidak adanya
kebutuhan pupuk organik di tingkat konsumen (petani) tetapi lebih mengacu
kepada ketidak-tahuan petani akan manfaat dari penggunaan pupuk organik
tersebut dan keengganan pihak yang terkait untuk memberikan penyuluhan tentang
hal tersebut.
Pupuk organik akan menjadi suatu bisnis yang sangat
menguntungkan apabila kesadaran petani akan manfaat penggunaan pupuk organik
baik jangka pendek maupun jangka panjang semakin meningkat. Hal ini dikarenakan
sebagian besar penduduk Indonesia
pada umumnya bermata pencaharian di sektor pertanian.
Kita bisa mengetahui besarnya potensi pasar pupuk organik
ini yaitu dengan mengasumsikan kebutuhan pupuk organik per ha x luas areal x
musim tanam setiap tahunnya. Untuk lebih jelasnya, kita ambil contoh kebutuhan
pupuk organik di Kabupaten Malang, yaitu sawah 819.044,20 ton/th, tegal 901.912
ton/th, perkebunan 305.640 ton/th. Maka jumlah kebutuhan pupuk organik di
Kabupaten Malang keseluruhan 2.020.596 ton/th.
Dari uraian table diatas dapat diketahui besarnya potensi
pasar pupuk organik di kabupaten Malang
dan apabila pasar ini dapat dikelola dengan suatu sistem yang baik, maka
peluang bisnis pupuk organik ini masih terbuka sangat lebar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar