Minggu, 09 September 2012

Memanfaatkan Blotong, Limbah Pabrik Gula


Salah satu limbah yang dihasilkan PG dalam proses pembuatan gula adalah blotong, limbah ini keluar dari proses dalam bentuk padat mengandung air dan masih ber temperatur cukup tinggi < panas >, berbentuk seperti tanah, sebenarnya adalah serat tebu yang bercampur kotoran yang dipisahkan dari nira. Komposisi blotong terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar,gula, total abu,SiO2, CaO, P2O5 dan MgO. Komposisi ini berbeda prosentasenya dari satu PG dengan PG lainnya, bergantung pada pola produksi dan asal tebu. 


Selama ini pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik, dibeberapa PG daur ulang blotong menjadi pupuk yang kemudian digunakan untuk produksi tebu di wilayah-wilayah tanam para petani tebu. Proses penggunaan pupuk organik ini tidak rumit, setelah dijemur selama beberapa minggu / bulan untuk diaerasi di tempat terbuka, dimaksudkan untuk mengurangi temperatur dan kandungan Nitrogen yang berlebihan. Dengan tetap menggunakan pupuk anorganik sebagai starter, maka penggunaan pupuk organik blotong ini masih bisa diterima oleh masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya, upaya pemanfaatan blotong sebagai pengganti kayu bakar mulai dilirik setelah kampanye penggunaan energi alternaif didengungkan.
Pemanfaatan blotong sebagai kayu bakar, sebenarnya sudah lama dijalankan oleh masyarakat di sekitar PG, hal ini diawali dari pengalaman mereka setelah melihat bahwa blotong bisa terbakar, dan timbulah pemikiran untuk memanfaatkan blotong sebagai pengganti kayu bakar dengan cara menghilangkan kadar air yang terkandung didalamnya.\ untuk memudahkan dalam penggunaanya sebagai kayu bakar, mereka mencetak dalam ukuran yang mudah diangkut dan sesuai dengan ukuran mulut kompor didapur mereka,
Proses pembuatan blotong pengganti kayu bakar sangat sederhana, limbah blotong dari pabrik yang masih panas, diangkut dengan dump truk menuju lokasi pengrajin/pembuat blotong kayu bakar, blotong ini kemudian dijemur di terik matahari selama 2 - 3 minggu dengan intensitas matahari penuh. Sebelum total kering, lapisan blotong ini dipadatkan dengan tujuan untuk mempersempit pori dan membuang sisa kandungan air, kemudian dipotong seukuran batu bata untuk memudahkan pengangkutan. Setelah dirasa cukup kering pada satu permukaan, bata blothong ini dibalik, supaya sisi lainnya juga kering. Hasil yang diperoleh dari proses ini adalah blothong seukuran batu bata yang bobotnya ringan karena kandungan airnya sudah hilang.

Penggunaan, untuk keperluan memasak di kompor tanah mereka, blothong kering tersebut masih harus dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil menyesuaikan lubang pemasukan kompor.

Dari data yang sudah kami peroleh, untuk satu rit blothong dilokasi radius sampai dengan 5 km dari PG, pengrajin dikenakan ongkos Rp. 25 -30 ribu, untu jarak yang lebih jauh dibicarakan dengan pengelola pembuangan blothong PG tersebut. Dari satu rit blothong tersebut, setelah diolah dan kering, kemudian dipindahkan ke dapur sebagai cadangan kayu bakar. Cadangan blothong / kayu bakar ini cukup untuk memenuhi kebutuhan memasak sampai dengan musim giling tahun depan.

Beberapa batasan dari proses pembuatan blothong /kayu bakar ini diantaranya adalah : 1. Musim giling berlangsung satu tahun satu kali,. 2. Proses produksi hanya bisa dilakukan pada saat musim kemarau 3. Belum semua PG memanfaatkan blothong / kayu bakar ini sebagai pengganti minyak tanah atau kayu bakar, disebabkan oleh proses pembuatan Gula antara satu PG dengan lainnya relatif berbeda.

Atas dasar batasan terakhir, maka menjadi tanggung jawab pemerintah melalui PG di seluruh Indonesia untuk bisa memberi peluang kepada masyarakat untuk membuat blothong kayu bakar. Sehingga masyarakat yang berpenghasilan rendah dapat terbantu dengan tidak menggantungkan minyak tanah atau kayu bakar pada saat memasak. Itupun sebagai follow up atas komitmen pemerintah dalam rangka kampanye program Alternative Energy Concern,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar